Semua ini terjadi setelah aku lulus Sekolah Menengah Atas (SMA) sekitar tahun 2009, dimana pada saat itu kondisi ekonomi keluargaku sedang sangat tidak karuan, akupun bingung harus melakukan apa, sebenarnya aku ingin sekali melanjutkan pendidikanku ke bangku kuliahan, namun keadaan memaksaku untuk tetap dirumah terlebih dahulu. Pada suatu hari, saat itu aku sedang mencuci pakaian di belakang rumah, kudengar ada seseorang mengetuk pintu rumah dari depan, ketukan yang dilakukan cukup keras membuatku sedikit terkejut saat itu. “Permisi!!!!, Permisi!!!!” suara seseorang dari luar rumah Aku sebenarnya ingin membukakan pintu tersebut namun sudah didahului oleh ibuku yang membukakaknnya, lalu aku melanjutkan mencuci karena masih sangat banyak cucian pada hari itu, tak berselang lama setelah tamu itu masuk kedalam rumah, keributan dan suara keras mulai terdengar “sebenarnya kalian ini mau melinasi hutang ini atau tidak sih” ucap tamu itu yang ternyata adalah debtcollector “iya pak sabar, kami sedang mengupayakan uangnya, satu minggu lagi pak kami usahakan uangnya sudah ada” ucap ibuku memohon keringanan. “heh bu, kalian itu sudah bilang seperti itu berulang kali tapi apa hasilnya, dari awal yang katanya bulan depan, minggu depan, beberapa hari lagi, ini sekarang sudah lima bulan kalian nunggak cicilannya, terus mau sampai kapan?” tanya debtcollector tersebut. “beri kami waktu lagi pak saya mohon” suara ibu mulai bergetar menahan tangis karena dibentak. “ya Allah bu, ada apa bu? Ada apa ini pak? Kenapa jadi begini?” tanya bapak ku yang baru saja keluar dari dalam kamar “alah sudah lah pak bu, motor ini terpaksa kami sita terlebih dahulu, sampai kalian bisa melunasi tanggungan selama lima bulan ini beserta bulan berikutnya” debtcollector itu kemudian berjalan mengarah ke motor yang kebetulan sedang di parkir di depan rumah. “jangan pak saya mohon jangan, berikan kami waktu untuk melunasi, ini motor anak saya pak jangan diambil pak saya mohon” ucap ayahku menangis sambil memohon. “hey mau sampai kapan apa bisa kalian membayar besok, tidak bisa kan? Lebih baik saya ambil dulu, sudah lah minggir” debtcollector itu menyingkirkan ayahku yang memohon itu. Aku yang mendengar suara keributan itu kemudian berlari kedepan dan melihat kedua orang tuaku sedang menangis sembari memohon supaya motor milik kakak ku itu tidak disita, ya itu adalah motor kakak ku yang dia beli secara kredit, entah apa yang ada dibenaknya, dimasa perekonomian keluarga sedang tidak menentu, dia malah membeli motor. Aku sama sekali tidak tega melihat orang tuaku sampai memohon mohon seperti itu pada seseorang, andai saja saat itu aku sudah bekerja, mungkin aku bisa sedikit membantu mereka dan kejadian ini tidak harus terjadi, anak mana yang tega melihat orangtuanya memohon mohon pada orang lain sampai mereka menangis, sedangkan yang bersangkutan sama sekali tidak ada dirumah dan bahkan tidak memperdulikan kejadian ini akan terjadi. Coba kalian bayangkan sendiri orang tua kalian memohon mohon didepan rumah sendiri meminta keringanan sambil menangis dan hal itu dilihat oleh beberapa tetangga yang mendengar suara gaduh di rumah ku ini, sedangkan aku tidak bisa apa apa karena masih menganggur. Alhasil karena terlalu banyak warga yang melihat orang tuaku menangis meminta keringanan didepan rumah, debtcollector itu pun kemudian menyerah dan memberikan waktu pada orang tuaku untuk melunasi hutang anaknya itu sampai minggu depan. Hingga pada keesokan harinya saat aku sedang menyapu halaman di depan rumah, ada salah satu tetanggaku yang kebetulan kemarin melihat kejadian itu, dia kemudian menghampiriku dan kemudian menawariku pekerjaan, dia menawari ku bekerja di tempat karaoke, namun karena aku masih polos yang aku paham adalah tempat bernyanyi biasa saja, dan karena aku masih terlalu polos, tentanggaku itu kemudian langsung berbicara pada orang tuaku. “assalamu’alaikum bu, permisi” tetanggaku itu menyelonong masuk kedalam rumah ingin bertemu dengan orang tua ku “wa’alaikum salam, oalah bu ada apa, kok tumben kemari?” jawab ibuku “ah nggak ada apa apa bu, Cuma sekedar main saja, sama gini bu, saya mau menawari Tiwi pekerjaan bu gimana menurut ibu, kan lumayan bisa bantu bantu keuangan rumah dia” ucap tetanggaku itu “eee.. boleh saja sih bu, tapi kerja apa ya, saya tidak mau kalau Tiwi sampai kerja di tempat yang tidak benar” ibuku menanyakan “nggak aneh kok bu, Cuma di tempat karaoke, nanti dia Cuma jual minuman aja, tenang aja gak macem macem, minumannya Cuma kaya coca cola, sprite sama fanta aja kok bu” jawab tetanggaku itu padahal pada kenyataanya tidak hanya itu, namanya saja saat itu aku sedang polos polosnya, kemudian ibuku menanyakan padaku apakah mau atau tidak. “ya kalau begitu sih saya terserah sama Tiwi saja yang menjalankan mau atau tidak, kalau dia mau yang aku sebagai ibu hanya bisa mendoakan saja” terang ibuku Lalu tak berselang lama ayah ku datang “wah ada apa ini bu” tanya ayah “gini pak, saya Cuma mau nawarin pekerjaan saja buat Tiwi barang kali mau, lumayanbisa bantu bantu ekonomi rumah” tetanggaku menyambar menjawab pertanyaan bapak “oh ya kalo itu terserah Tiwi saja” jawab ayahku “nah gimana, kamu mau atau tidak kalau mau kita berangkat hari minggu besok” tanya tetanggaku pada ku Aku tidak langsung menjawab iya atau tidak, aku saat itu ragu karena belum pernah bekerja pada orang lain, takutnya aku disana hanya akan merepotkan yang lain, itu yang ada dipikiranku saat belum tahu pekerjaan seperti apa sebenarnya yang akan aku jalani “kamu tidak usah khawatir, nanti dari desa kita ada tiga orang juga kok yang berangkat jadi nanti kita berangkatnya rame rame, tenang aja nanti kamu bakal di bimbing sampai bisa” ucap tetanggaku membujuku. Dan pada akhirnya saat itu aku pun menawari tawaran pekerjaan yang di tawarkan oleh tetanggaku itu, raut sumringahnya sangat terlihat jelas pada mukanya, aku belum paham dengan senyuman yang terpancar pada tetanggaku itu yang ternyata menyembunyikan hal besar setelah itu. Beberapa kali orang tua ku memberi pesan supaya aku berhati hati saat bekerja nanti, tetap jalankan sholat lima waktu, yang jelas begitu berat melepas kepergianku adalah ibuku, diaman pada saat itu adalah pertama kalinya aku mencoba hidup sendiri diluar kota tanpa adanya ibu dan ayahku, dan saat itu pun aku belum tahu aku akan dibawa kemana oleh tetanggaku, dia hanya berkata hari minggu akan berangkat bersama dengan mobil yang sudah di persiapkan. Dan akhrinya hari yang keberangkatanpun tiba,